Source : Anita Elmona
Waktu itu saya sudah pesimis banget untuk bisa menikah seperti gadis yang lain. Penyebabnya adalah diri saya sendiri yang cukup strict soal kriteria.
Saya tidak mau pria perokok, saya tidak mau menikah dengan pria nganggur, saya tidak suka pria friendly yang temen cewenya banyak, saya tidak suka pria yang kalau bayar makan split bill (untuk berteman saja sih oke, untuk hubungan suami istri duh tidak dulu ya. Saya kalau main sama temen cowo juga kadang sering bayarin. Tapi saya punya prinsip "kalau aku bayarin makanmu, berarti bukan kamu orangnya" 😂), harokah kajian dia harus sama dengan saya, secara fisik juga saya punya kriteria tersendiri.
Sebenarnya
dalam karir asmara saya, beberapa kali menemukan pria yang cukup baik,
berpenghasilan baik dan fisik mumpuni. Namun kebanyakan harokah kajian
mereka tidak sama dengan saya. Akhirnya berlalu begitu saja. Dan saya
vakum untuk serius dengan pria dalam beberapa tahun.
Awalnya saya menyesal dengan kekakuan saya.
Tapi
sekarang saya bersyukur, andai saja saya menikah dengan orang yang
prinsip2 dalam menjalankan agamanya berbeda dengan saya, maka akan
seperti apa rumah tangga kita nanti.
Hingga
akhirnya, tiba2 datang pria misterius ngajak saya untuk kenalan. Saya
kurang tertarik dengan pria ini, tapi waktu itu saya iyakan saja
proposal dia masuk yang penting seharokah dululah. Setelah dia kirim
proposal nikah, saya konsul dengan ustadzah saya untuk menjalani proses
taaruf. Ustadzah saya menyambut positif proposal tersebut.
Saat itulah skill spying
ustadzah saya jalan, xixixi. Beliau nanya ke beberapa kenalannya
tentang anak ini dan semua yang beliau hubungi bersaksi bahwa anak ini
adalah anak baik.
Alhamdulillah.
Karena
sudah mendapatkan lampu hijau dari ustadzah, akhirnya saya baru berani
sepil2 ke orangtua dan orangtua menyambut baik. Maklum berkali2 saya
sepil ke orangtua sering berakhir gagal. Makaya ga berani sepil duluan
kalo bener2 belum yakin.
Selang
dua minggu, pria tersebut datang dari Bekasi ke Solo untuk menemui
keluarga saya. Dan dia juga memperkenalkan saya ke keluarganya. Kedua
keluarga senang sekali dengan rencana pernikahan kami. Di hari itu
langsung ditetapkan tanggal pernikahan yang berlangsung sebulan
kemudian.
Selama
sebulan saya jadi WO di nikahan saya sendiri. Tamu undangan, catering,
vendor gedung, seragam, baju akad, printilan2 saya handle sendiri.
Sebulann wira - wiri kesana kemari demi pernikahan sejati. Wkwkwk
Semua seperti terjadi begitu saja.
Cepat sekali.
Saya sampai terheran - heran. Kok bisa ya?
Tau
- tau didalam perut saya sudah ada calon anak dari pria misterius
tersebut. Pria saya tidak pernah bersinggungan sama sekali dengannya
seumur hidup saya.
Setiap orang pasti pernah mendengar ungkapan "jodoh datang di waktu yang tepat." Ungkapan ini sering menjadi penyemangat bagi mereka yang sedang menanti pasangan hidup. Tapi, apa sebenarnya makna dari pernyataan ini? Dan apa buktinya bahwa jodoh memang datang di saat yang tepat? Sebagai seseorang yang menikah di usia 29 tahun, saya ingin berbagi pengalaman yang bisa menjadi contoh nyata dari ungkapan ini.
Menikah di Usia 29 Tahun: Kenapa Itu Tepat bagi Saya?
Banyak orang yang merasa cemas ketika melihat teman-temannya menikah lebih dulu, terutama di usia 20-an awal. Tak sedikit pula yang berpikir, "Mengapa jodohku belum datang?" atau "Apa yang salah dengan diriku?". Namun, menikah di usia 29 tahun menjadi bukti bagi saya bahwa jodoh datang di waktu yang tepat.
Ketika saya melihat kembali perjalanan hidup saya, saya sadar bahwa pada usia yang lebih muda, mungkin saya belum benar-benar siap untuk menjalani kehidupan pernikahan. Banyak aspek kehidupan yang harus saya pelajari dan pahami dulu—baik dari segi emosional, finansial, maupun mental. Di usia 29 tahun, saya merasa lebih matang, lebih stabil, dan lebih siap untuk berbagi hidup dengan seseorang. Jadi, ketika jodoh saya datang, saya yakin inilah waktu yang paling tepat.
Kematangan Emosional dan Mental
Salah satu bukti nyata bahwa jodoh datang di waktu yang tepat adalah kesiapan emosional dan mental. Di usia 20-an awal, saya lebih fokus pada pencarian jati diri, karier, dan membangun kehidupan pribadi. Saya masih sering terpengaruh oleh hal-hal kecil dan kurang bisa mengelola emosi dengan baik.
Namun, ketika memasuki usia 29 tahun, saya merasakan perubahan yang signifikan. Saya lebih mampu menghadapi tantangan dengan tenang, lebih memahami diri sendiri, dan tahu apa yang saya inginkan dalam sebuah hubungan. Jadi, saat bertemu dengan pasangan saya, saya sudah siap secara mental dan emosional untuk menjalani hubungan jangka panjang.
Ini menjadi bukti bahwa jika jodoh datang lebih awal, mungkin saya belum cukup dewasa untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan penuh tanggung jawab. Jadi, menunggu hingga usia 29 tahun ternyata menjadi keputusan yang tepat bagi saya.
Stabilitas Karier dan Keuangan
Di samping kesiapan emosional, menikah di usia 29 tahun juga memberikan saya waktu untuk mempersiapkan diri dari sisi finansial dan karier. Saya punya kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan, memulai karier, dan membangun stabilitas keuangan sebelum memutuskan untuk menikah.
Dengan karier yang sudah cukup mapan, saya merasa lebih percaya diri untuk memasuki kehidupan pernikahan. Saya tidak perlu terburu-buru mengejar stabilitas keuangan sambil menghadapi tantangan pernikahan. Dengan ini, saya bisa lebih fokus membangun hubungan yang sehat dengan pasangan saya tanpa tekanan finansial.
Jika saya menikah di usia yang lebih muda, mungkin saya akan menghadapi tantangan keuangan yang lebih besar. Ini membuktikan sekali lagi bahwa jodoh datang di waktu yang tepat, saat saya benar-benar siap untuk menghadapi segala aspek kehidupan pernikahan.
Kesiapan Membangun Komitmen Jangka Panjang
Menikah adalah komitmen seumur hidup yang membutuhkan kesiapan dari berbagai sisi. Di usia 29 tahun, saya merasa lebih siap untuk menjalani komitmen ini. Saya sudah cukup mengenal diri sendiri dan tahu apa yang saya harapkan dari pasangan. Saya juga sudah lebih mengerti bagaimana cara berkomunikasi yang sehat dalam sebuah hubungan.
Jika saya menikah lebih awal, mungkin saya belum memiliki keterampilan ini dan bisa saja hubungan tersebut menjadi lebih sulit dijalani. Jodoh datang di waktu yang tepat ketika saya dan pasangan sama-sama siap untuk membangun rumah tangga yang sehat dan harmonis.
Menghargai Proses dan Perjalanan
Salah satu hal penting yang saya pelajari dari pengalaman ini adalah betapa pentingnya menghargai proses dan perjalanan hidup. Setiap orang memiliki waktunya masing-masing, dan tidak ada "usia ideal" untuk menikah yang berlaku untuk semua orang. Ada yang menemukan jodohnya di usia 20-an, ada pula yang menunggu hingga 30-an atau bahkan lebih lama.
Yang penting adalah kita terus memperbaiki diri dan membuka hati untuk pasangan yang tepat. Menikah bukanlah perlombaan, dan setiap orang akan mendapatkan jodohnya di saat yang paling tepat bagi mereka. Pengalaman saya menikah di usia 29 tahun menjadi bukti bahwa proses menunggu ini tidak sia-sia.
Mengapa Menikah di Waktu yang Tepat Itu Penting?
Menikah di waktu yang tepat tidak hanya memastikan kesiapan kita secara fisik dan mental, tetapi juga memberikan kesempatan untuk membangun fondasi yang kuat dalam hubungan. Pernikahan bukan hanya soal menemukan pasangan, tetapi juga tentang memastikan bahwa kita siap untuk berbagi hidup, mendukung satu sama lain, dan menghadapi tantangan bersama-sama.
Jika jodoh saya datang lebih awal, mungkin hubungan kami tidak akan sekuat sekarang karena saya belum cukup matang untuk menjalani pernikahan. Jadi, menunggu hingga usia 29 tahun bukan berarti saya terlambat, melainkan saya mendapatkan jodoh di waktu yang paling tepat—saat saya siap untuk menjalani komitmen ini dengan sepenuh hati.
Setiap pengalaman dan perjalanan menemukan jodoh pasti unik bagi setiap orang. Menikah di usia 29 tahun telah memberikan saya keyakinan bahwa tak perlu terburu-buru dalam menjemput pasangan hidup. Jika saya memaksakan diri untuk menikah di usia yang lebih muda hanya karena tekanan sosial atau merasa ketinggalan, mungkin hasilnya tidak akan sebaik sekarang.
Menunggu jodoh bukan berarti kita pasif dan hanya menunggu waktu berlalu. Justru, waktu yang ada sebaiknya dimanfaatkan untuk meningkatkan diri, membangun keterampilan hidup, memperkuat fondasi spiritual, dan mengejar mimpi-mimpi pribadi. Ini akan membantu kita menjadi lebih siap saat jodoh datang. Dan ketika waktunya tiba, kamu akan merasa bahwa segala usaha dan penantianmu tidak sia-sia.
Perjalanan Menemukan Jodoh adalah Proses Personal
Apa yang saya pelajari dari menikah di usia 29 tahun adalah bahwa setiap orang punya waktunya sendiri. Tak perlu membandingkan diri dengan orang lain yang menikah di usia 25 atau bahkan lebih awal. Setiap orang berjalan di jalurnya masing-masing. Dalam hal jodoh, perasaan tidak perlu terburu-buru adalah hal penting untuk dipahami. Jodoh datang di waktu yang tepat adalah prinsip yang sangat membantu saya dalam menjaga keseimbangan mental dan emosional selama masa penantian.
Perjalanan hidup yang kamu tempuh akan membentuk dirimu. Proses penantian itu bukan tanpa alasan, karena bisa jadi Tuhan sedang mempersiapkan dirimu menjadi versi terbaik sebelum bertemu dengan pasangan hidup. Di sinilah kita bisa melihat bahwa waktu bukanlah musuh, melainkan sahabat yang membawa kita menuju momen yang paling tepat.
Menghadapi Tekanan Sosial dengan Bijaksana
Salah satu tantangan terbesar dalam menanti jodoh adalah tekanan dari lingkungan sosial. Banyak orang yang bertanya, “Kapan nikah?” atau “Kok belum juga ketemu jodohnya?” Meski mungkin maksudnya baik, pertanyaan-pertanyaan seperti ini kadang bisa membuat kita merasa tertekan. Saya pun mengalaminya, terutama ketika banyak teman seusia saya sudah menikah di pertengahan 20-an.
Namun, satu hal yang saya pelajari adalah pentingnya untuk tetap tenang dan tidak terburu-buru hanya karena tekanan sosial. Jodoh datang di waktu yang tepat bukan sekadar ucapan, tapi keyakinan bahwa Tuhan punya rencana terbaik untuk setiap orang. Mengikuti arus atau terburu-buru menikah tanpa kesiapan yang matang justru bisa berujung pada masalah di kemudian hari.
Pada akhirnya, menikah bukan soal siapa yang lebih cepat, tapi siapa yang lebih siap. Ketika kamu menikah dengan orang yang tepat pada saat yang tepat, hubungan tersebut akan lebih kuat dan lebih bahagia.
Bukti Nyata dari "Jodoh Datang di Waktu yang Tepat"
Banyak yang mungkin bertanya, “Apa buktinya kalau jodoh datang di waktu yang tepat?” Pengalaman pribadi saya bisa menjadi contoh bahwa waktu memiliki peran penting dalam menemukan pasangan hidup. Di usia 29 tahun, saya merasa lebih siap dalam segala aspek kehidupan—baik secara emosional, mental, karier, maupun spiritual.
- Emosional: Di usia ini, saya telah belajar banyak tentang bagaimana mengelola emosi dan menghadapi konflik dengan lebih bijaksana. Ini membantu saya membangun hubungan yang sehat dan harmonis dengan pasangan saya.
- Mental: Kematangan mental juga memainkan peran besar dalam menghadapi kehidupan pernikahan. Saya lebih sabar, lebih bijak dalam mengambil keputusan, dan mampu berkomunikasi dengan lebih baik.
- Finansial: Di usia ini, saya sudah memiliki stabilitas finansial yang cukup baik, sehingga pernikahan tidak menjadi beban dari sisi materi. Kami bisa memulai kehidupan baru dengan tenang tanpa harus menghadapi tekanan keuangan yang berlebihan.
- Spiritual: Saya juga merasa bahwa kedekatan spiritual saya dengan Tuhan semakin kuat di usia 29, yang membuat saya lebih yakin bahwa pernikahan ini adalah bagian dari rencana terbaik-Nya.
Semua ini menunjukkan bahwa jika saya menikah lebih awal, mungkin saya belum siap secara emosional atau finansial. Mungkin saya belum memiliki kematangan yang cukup untuk menjalani pernikahan dengan baik. Namun, karena jodoh datang di waktu yang tepat, saya bisa menjalani pernikahan dengan lebih stabil dan bahagia.
Kesimpulan: Percayalah, Jodoh Akan Datang di Saat yang Tepat
Menikah di usia 29 tahun adalah salah satu bukti bahwa tidak ada usia yang "terlalu tua" atau "terlalu muda" untuk menikah. Setiap orang punya waktu yang berbeda-beda dalam menemukan jodoh, dan hal yang terpenting adalah kesiapan kita untuk menerima pasangan hidup.
Jika kamu masih menunggu jodoh, percayalah bahwa penantianmu tidak sia-sia. Jodoh datang di waktu yang tepat, di saat kamu dan pasanganmu sama-sama siap untuk membangun kehidupan bersama. Jangan tergesa-gesa hanya karena tekanan dari sekitar, karena pernikahan yang terburu-buru bisa berujung pada hubungan yang tidak sehat. Fokuslah pada dirimu sendiri, persiapkan dirimu sebaik mungkin, dan yakinlah bahwa saat waktunya tiba, kamu akan merasakan kebahagiaan yang sejati.
Pernikahan adalah komitmen seumur hidup, jadi lebih baik menunggu hingga waktu yang tepat daripada terburu-buru dan menyesal di kemudian hari. Ingatlah, setiap orang punya jalan dan waktunya masing-masing, dan ketika jodoh datang, itu akan menjadi saat yang paling indah dalam hidupmu.